Minggu, 07 April 2013

Sinking Ship

You are a captain of a ship. Unfortunately, your ship is sinking and your life boat can't save everyone. Your wingman hands you the manifest of the ship and says the life boat could only save 8 lives.

The decision is yours. Who will you save and who will be left behind?

The clock is ticking. You won't have that much time to think!

#courtesy of SU Mex 2013
DELEGATION DEVELOPMENT 4
Discussion Activity

Selasa, 12 Maret 2013

Have You Been too Busy for Love?

Keep love in your heart. A life without it is a sunless garden when the flowers are dead.

- Oscar Wilde -


What comes to your mind when someone mention about love? The word love could give a many different meanings depending on the age.

A teenager would always see love as something confusing. a bittersweet. Love will give thousands reasons to fly sky high or sink deep down. Nothing could be explained about love during this phase. As an escape, they'll share more with their friends and seek for some comparable situation and solution.

A young man/woman would see love as something different. Love will not be the break or make situation. Love will be more about trust. Love will be the one whom they could share something with and grow up together.

As someone grow older, trust begins to be broken once or twice, here and there. However, they don't see love only as a matter of trust. During this phase, they don't actually share most of their life, but they rather just enjoy the companionship of their beloved one. Love is no longer a matter of interest as they might have seen during their previous phases, but as a matter of commitment. When you are interested in something, you tend to avoid the unpleasant stuffs and take only the fun. But when you are committed to something, you'll take everything, the joy and the sadness, the sweet and bitter, and try to find a way to endure them by compromising.

However, somehow, after that last phase, more men seem opened to talk about love while more women seem to avoid such conversation. Women deem this conversation rather unnecessary and prefer to get down upon more serious one. a marriage maybe?

As M. Gandhi said,
"when there's love, there's life..."




Rabu, 06 Maret 2013

Bila cinta dibahasakan dalam rumus fisika part 1

Siapa bilang Shakespeare adalah pujangga terkenal ketika bahkan karya dia hanya kita tahu melalui semua pemutakhiran Leonardo di Caprio.

Sesungguhnya, Isaac Newton adalah si pujangga terbesar dan paling romantis.

Keromantisannya tertuang dalam 3 bait puisi yang selalu terngiang dalam pikiran. Berikut adalah terjemahan bebas dari puisi aslinya yang ditulis dalam bahasa latin.

Bait 1:
Cinta adalah tidak tercukupi
hanya dengan kata dan janji.
Cinta akan selalu hampa
bila tangan dan kaki tak berarah.

Bait 2:
Keindahan yang dikagumi
Kecantikan yang membius
Berusahalah sepanjang matahari memberi
Karena cinta hanya lahir
dari tindakan tanpa kenal waktu batas.

Bait 3:
Bilamanakah bulan kan bersinar
Tanpa matahari berpencar?
Bilamanakah ku akan dicintai
Bila ku tak tulus mencintai.

-----------------------

Ketiga bait tersebut adalah bagian dari kumpulan puisi gunakan Isaac Newton yang seringkali disoaljawabkan di masa awal dan kemudian dipahami sebagai Newton's Law of Motion.

Kamis, 31 Januari 2013

Happ-y-ness

What is happiness?

Since it's February and Gandhi rhymes with it (Ha!), let me quote what he said on happiness

Happiness is when what you think, what you say, and what you do are in harmony.


Happiness is a state of mind, channel down through words and "should" end up as an action.But, is my happiness the same with your happiness? Narrowing down on what people commonly strive for in life, we could come to three subjects, Wealth, Health, & Love.
 
 I see Love as the core of my happiness. Love is something we could only meet once or twice during our entire existence as human being. (Oi! Love doesn't necessarily mean have to involve in a relationship!). But Wealth,  you could always seek your fortune. You can pave your own way of success. As a friend of mine said, Wealth will be enough to buy you human, but you won't have enough to actually buy their loves. Love could also drive you, motivate you to strive for your Health, something that your Wealth can't buy. In the end, if have love though you are poor and sick, you can still be calmed by the Love.

I define my happiness by being in love with someone and doing things I love, each and everyday. :)


Jumat, 31 Agustus 2012

Wordplay


Memiliki
Kata yang terbiasa hadir dalam hidup
Membahasakan tentang apa yang ada dalam genggaman

Pernahkah benar tersadar
Tentang sesuatu yang benar dimiliki
Tentang sesuatu yang memang ada dalam genggaman

Apakah itu nyawa?
Tentu itu milik-Nya
Apakah itu rumah?
Tentu itu hanya bangunan sementara di atas lahan negara
Apakah itu pakaian? Atau mungkin makanan?
Tentu kita tidak memilikinya
karena lagi – lagi mereka adalah hal yang diperoleh dari orang lain

lantas apakah yang benar menjadi milik kita?
Apakah rahasia?
Semua tahu, bahwa rahasia selalu akan bocor
Bahkan hingga yang paling rahasia sekalipun
Atau mungkin cinta?
Tentu saja … Cinta itu milik kita
Tetapi tunggu dulu, bukankah katanya Cinta tidak memiliki?
Kalau begitu apa yang kita miliki?

Ternyata jawabnya hanya
Yaitu kata..
dan tindakan
Inilah satu – satunya hal yang kita miliki

Semua insani dapat mengolah dan mengelolanya
Dan bagaimana kau mempergunakannya
Yang akan menjadi definisi manusia lain
Terhadap keadaan dirimu

Apa yang cari dalam hidup ini?


Apa yang cari dalam hidup ini? Harta berlimpah, kekuasaan tak terbatas, ataupun wanita cantik yang mengelilingi dan menghiasi hari – hari? Sesungguhnya, semua yang telah disebutkan adalah hal yang bersifat material, hal yang tidak bersifat kekal, dan yang terutama, hal yang akan hilang, musnah tak berbekas seiring berjalannya waktu.

Dalam hidup ini ternyata ada satu hal yang tak lekang dimakan jaman, yang ternyata mampu memberikan kebahagiaan yang kekal. Hal ini sesungguhnya telah ada sejak masa lampau, namun sering kali setiap orang terlambat menyadarinya, atau bahkan tak tersadarkan akan keberadaannya.

Demikian pula dengan diri ini, terlambat menyadari bahwa hal itu adalah cinta. Diri ini terlambat untuk menyadari bahwa cinta itu adalah hal yang memberikan kebahagiaan dalam hidup hingga kemudian ketika sadar, cinta itu telah pergi meninggalkan diri. Diri ini terlalu sombong dan terlalu percaya diri sehingga menganggap bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas dasar usaha sendiri, karena dirinya memang membutuhkan diri ini dan yakin sekali bahwa tanpa diri ini, dirinya tidak akan berarti.

Diri ini lupa, kesombongan hanya akan mendatangkan kegagalan dan tidak akan memberikan kesuksesan, apalagi kepercayaan. Diri ini lupa, bahwa yang menjadikan semuanya yang mustahil menjadi masuk akal dan bahkan kenyataan adalah sesuatu yang disebut sebagai cinta. Diri ini pun akhirnya menjadi lemah dan tak berdaya tanpa keberadaan cinta tersebut, dan berusaha menggapai apapun yang sebelumnya begitu yakin digenggam.

Seperti apakah cinta? Siapakah cinta? Yang paling sederhana, cinta itu adalah guci porcelain dalam perangkat rumah. Untuk memperolehnya, harganya sangat tinggi, namun karena karena materialnya begitu halus, perawatannya pun harus sangat berhati – hati karena kelalaian sedikit akan mengakibatkan pecahnya guci porcelain tersebut dan pecahan – pecahan tersebut tidak akan memberikan nilai yang sama apabila berusaha untuk direkatkan kembali.

Lagipula, tidak semua rumah memiliki cukup ruang untuk memiliki guci dari porcelain dalam suatu ukuran yang sama atau serupa. Tiap rumah akan memiliki ukuran tersendiri sesuai dengan kemampuan. Apakah ukuran kemampuan tersebut? Ada banyak hal, dari yang paling sederhana seperti kerendahan hati hingga yang paling sukar, kepercayaan.

Sekarang semua tulisan diri ini menjadi sia-sia karena guci porcelain yang telah menjadi pecahan tersebut bahkan tidak dapat disatukan kembali. Banyak pecahan yang hilang, dan banyak ukuran yang tidak lagi mendukung. Salahlah diri ini karena mengawali segalanya dengan kepercayaan diri berlebih. Salahlah diri ini karena percaya bahwa segala usaha adalah mungkin karena diri sendiri. Yang paling fatal, salahlah diri ini karena membuat suatu keyakinan bahwa diri ini adalah bagian mutlak tak terpisahkan dari dirinya.

Penyesalan memang datang terlambat dan kadang sukar terucap maupun terbersit ketika berpikir.

Setelah pacaran, siap menikah?


... Bunga (nama samaran) sedang berbahagia setelah Jaka menembaknya semalam. “Inilah mimpi menjadi kenyataan. Jaka itu pria idaman wanita, mapan, tampan, dan memiliki simpanan”, Bunga berbincang dalam hati tentang betapa beruntungnya dia. Singkat cerita, setelah beberapa puluh kali mereka pergi berdua di akhir pecan, akhirnya Jaka melamar Bunga dan meminta dia untuk menikahinya. Sontak, seluruh keluarga larut dalam kebahagiaan. Wanita dalam keluarga mereka akan menikah dengan seorang pria idaman yang mendekati sempurna. Dan kemudian pernikahan itu berlangsung dengan diiringi kebahagiaan kedua insan dan keluarga besar...
(Itu adalah akhir dari seluruh kisah baik novel, film fiksi, maupun film kartun di dunia ini tentang bagaimana kisah hidup seorang wanita)
... Jaka ternyata adalah seorang pemalas dan berjiwa kerdil. Ia tidak pernah mau mengerjakan seluruh urusan rumah tangga. Pun bila Bunga salah, ia tidak segan untuk memarahinya seakan – akan dunia mau runtuh nanti jam 4 sore.  Upik Abu yang menjadi seorang Putri untuk beberapa tahun tersebut mendapati bahwa dirinya kembali menjadi Upik Abu hanya saja dalam balutan gaun yang mewah.  Ia kehilangan gairah hidupnya, dan hingga suatu saat karena didorong rasa frustasi, akhirnya mengajukan tuntutan perceraian kepada Jaka. Bunga seakan terbangun dari sebuah mimpi aneh membuat dia memandang sang calon mantan bukan lagi sebagai pria idaman, melainkan pria ampasan ...

Cerita itu memang hanya fiksi tetapi juga dapat menggambarkan hubungan berpasangan di Jakarta. Kisah tentang lelaki dan wanita yang dimabuk asmara memutuskan untuk melanjutkan hubungan mereka ke pelaminan dan (tak disangka - sangka) berakhir dengan perceraian. Data dari Pengadilan Agama Mahkamah Agung (Ditjen Badilag MA), pada kurun waktu di tahun 2010, terdapat sekitar 285.184 perkara perceraian, yang melonjak 81% dari tahun 2005.Penyebab perceraian pun bermacam-macam, mulai dari ketidakcocokan dalam berumah tangga, cemburu, keadaan financial, dan bahkan perbedaan ideologi dalam hidup berpolitik. Kisah Bunga hanya menjadi sedikit puncak gunung es yang terlihat di permukaan laut.
Institusi pernikahan merupakah suatu lembaga yang disakralkan di Indonesia, yang tercermin melalui ragam adat dan budaya yang harus ditaati ketika melaksanakan sebuah resepsi. Konon, persiapan haruslah melalui  penyelidikan terhadap pasangan oleh keluarga besar (semacam Fit & Proper Test CaGub BI kali ya..),  finansial, waktu, dan bahkan belakangan, ketersediaan gedung juga ikut berperan. Pada beberapa pasangan lain, salah satu bentuk persiapan adalah dengan membuka rekening tabungan atas nama bersama untuk biaya resepsi pernikahan, kemudian menyewa jasa EO untuk membantu persiapan, berburu gedung, menemui peramal untuk menghitung hari baik, hingga kemudian busana yang akan dikenakan. Luar biasa meriah, luar biasa sibuk, dan luar biasa melelahkan. Semua focus dan konsentrasi dicurahkan untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan peristiwa ini. Konon katanya, bahkan tingkat konsentrasi pelaksanaan resepsi pernikahan lebih tinggi dibandingkan tingkat konsentrasi pelaksanaan Pemilu di Indonesia (yang nyata-nyata menentukan hajat hidup ratusan juta orang). Tetapi apakah arti dari semua keriaan, kesibukan, kebahagiaan tersebut bila kemudian harus ada yang namanya perceraian, harus ada sebuah titik akhir?
Bila kita memutuskan membeli sebuah kendaraan, pasti terlebih dahulu kita melakukan pembandingan terhadap beberapa kriteria jenis kendaraan pilihan kita, bahkan selalu memaksakan test drive terlebih dahulu sebelum akhirnya melakukan pembayaran. Sebandingkah uang ratusan juta rupiah yang digelontorkan dengan manfaat yang didapat? Apakah kendaraan tersebut mampu mendukung fungsionalitas harian sang pemilik, atau malah memberatkan dan menjadi sumber masalah baru? Apakah harga jual kembalinya masih kompetitif dengan harga pasar? Karena itu, seorang calon pemilik, pasti akan berpikir taktis dan sistematis sebelum menjatuhkan pilihan terhadap jenis kendaraan yang akan dibeli. Kalau kita sedemikiaan taktis dan sistematis dalam hal memilih dan membeli kendaraan, mengapa kita tidak demikian dalam memilih dan menikahi pasangan? Bagaimana bila hal serupa juga dilakukan dalam sebuah hubungan sebelum mencapai tahap pernikahan (pembayaran uang muka cicilan pembelian kendaraan)?
Tentu saja sulit mengaplikasikan teknik serupa dalam hal pernikahan, karena budaya kita yang mencap buruk samen wonen atau samen leven atau tinggal bersama atau kumpul kebo. (Apa salah kebo?) Padahal, kita selalu menuntut untuk mencoba dulu untuk item yang kita beli. Bahkan lampu saja selalu kita test untuk memastikan produk tersebut tidak cacat dan berfungsi. Mengapa tidak dicoba terlebih dahulu untuk tinggal bersama dengan calon pasangan sebelum memutuskan untuk menikahinya?
Seperti apakah sifat asli seseorang tentu sangat mustahil untuk dapat diketahui dari puluhan kali waktu pergi berdua atau bersama keluarga atau beramai-ramai . Sebagai gambaran, kita sendiri ketika pergi keluar dari rumah, selalu perlu beberapa waktu untuk menentukan jenis pakaian, corak dan warnanya, bahkan sepatu yang sesuai dengan baju yang dikenakan. Ini berarti, kita sendiri selalu menampilkan suatu kemasan untuk membungkus diri dan kemudian dijual ke masyarakat. Lalu bagaimana pasangan kita bisa mengetahui siapa kita, hanya dengan kencan di malam minggu, bila kita sendiri kemudian sedari keluar rumah sudah berusaha menutupinya?
Oleh karenanya, sudahlah seharusnya dalam urutan tangga kebahagiaan hidup berpasangan, tinggal bersama sebelum memutuskan untuk menikah menjadi suatu kewajiban tersendiri. Biarlah kita memberikan pasangan kita kesempatan untuk menilai seperti apa aslinya diri kita, tanpa pembungkus atau tanpa pencitraan apapun sehingga dengan demikian, kita bisa menghindarkan munculnya banyak Bunga yang lain.
Bila benar pernikahan adalah sakral untuk kita, bagaimana kalau kita coba memulai untuk menjaga kesakralan tersebut dengan berpikir lebih cerdas sebelum memutuskan melakukan pernikahan. Uji cobalah terlebih dahulu, tinggalah bersama pasangan kita, cobalah nikmati hidup, dan bila berhasil, barulah menikah. Hanya dengan cara ini, kita dapat menekan angka perceraian, yang berimbas dengan kesungguhan niat kita menjaga kesakralan makna dan lembaga pernikahan.